PERAN PESANTREN DI ERA GLOBAL
Oleh: Syaiful Arif Wahyudi, M.Pd.
Pesantren merupakan salah satu lembaga yang memiliki kekhasan. Dibandingkan dengan lembaga lain, pesantren memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dari aspek keilmuannya dan kemandirian. Dilihat dari sejarahnya, pesantren dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren sudah dikenal sebelum Indonesia merdeka, bahkan memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan pesantren juga mengalami perkembangan pesat dalam dunia pendidikan. Menurut Kementrian Agama Indonesia, jumlah pesantren pada tahun 1977 mencapai 4.195 dengan jumlah santri 677.394 orang, sedangkan pada tahun 1985 mencapai 6.239 dengan jumlah santri 1.084.801 orang. Sementara itu, data dari Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama, pada tahun 2016 terdapat 28.194 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dengan 4.290.626 santri. Data tersebut menunjukkan bahwa pesantren menjadi alternatif kebutuhan masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, eksistensi pesantren di masyarakat tidak perlu diragukan lagi.
Pada awalnya pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengajarkan berbagai ilmu agama, yakni al-quran, al-hadits, tauhid, syari’ah, dan bahasa Arab. Dalam perkembangannya, pesantren menerapkan pembelajaran pendidikan agama dan umum (bahasa Indonesia, Matematika, PKn, seni budaya, fisika, bahasa Inggris, kimia, biologi, dan komputer). Lulusan pesantren memiliki kesempatan yang sama dengan sekolah umum. Oleh karena itu, tidak heran bila banyak lulusan pesantren yang meneruskan kuliah di perguruan tinggi, seperti UM, UI, UB, dan UGM. Selain meneruskan di perguruan tinggi yang terdapat di Indonesia, lulusan pesantren juga tersebar di Mesir, Amerika, Eropa, dan Inggris. Fenomena tersebut dapat membuktikan bahwa anggapan masyarakat terkait lulusan pesantren yang identik dengan dai dan ulama kurang tepat. Hal tersebut ditunjukkan dengan data bahwa tidak sedikit alumni pesantren yang menjadi pengusaha, pejabat, bahkan menjadi presiden.
Seiring dengan perjalanan waktu, karakter kemandirian yang menjadi ciri khas pesantren lambat laun mulai merosot. Era globalisasi berdampak besar terhadap pergeseran nilai-nilai agama, budaya, moral. Melesatnya kemajuan era globalisasi telah mengubah sistem norma yang terkadang tidak disadari telah menggeser norma lama dengan norma baru. Adanya norma-norma baru menyebabkan terjadinya penyimpangan di masyarakat. Hal ini akan berdampak pada hilangnya jatidiri atau kepribadian. Dengan keberadaan media informasi dan teknologi, serta transportasi yang semakin canggih, perubahan-perubahan sosial akan berlangsung terus-menerus dengan kemajuan era globalisasi. Pertukaran budaya akan terjadi semakin intensif melalui media informasi dan pergerakan manusia.
Kecanggihan teknologi di era globalisasi membuat berbagai fenomena yang terjadi di belahan dunia dapat diakses dengan mudah. Hal ini juga berdampak pada perubahan sosial di berbagai negara, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, dan norma. Globalisasi telah membawa perubahan perilaku kehidupan masyarakat khususnya anak muda (kidz zaman now). Perubahan yang terjadi pada kidz zaman now dapat dilihat pada perubahan gaya hidup, pola makan, model pakaian, komunikasi, transportasi, dan norma-norma keislaman, sehingga tidak heran apabila terjadi perubahan psikologi atau prilaku. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus yang akhir-akhir ini mengundang keprihatinan masyarakat, diantaranya kasus yang dialami Bapak Budi, guru kesenian yang menjadi korban pemukulan muridnya hingga tewas yang terjadi di Sampang Madura Jawa Timur dan anak umur 17 tahun nekat membacok seorang pelajar SMPN 4 Cikarang Barat Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Kedua kasus tersebut membuktikan bahwa kenakalan remaja pada era globalisasi sangat memprihatikan. Menurut Nurul Hidayati, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) kenakalan remaja tahun 2016 mengalami peningkatan 20%. Peningkatan tersebut terjadi karena faktor lingkungan dan teknologi. Berdasarkan data tersebut, pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan sudah semestinya memiliki andil dalam memperbaiki karakter generasi muda melalui konsep pembelajaran yang dikemas dengan berlandaskan agama.
Konsep pembelajaran di pesantren memiliki ciri khas. Selain melatih kemandirian, disiplin, dan ilmu spiritual. Pendidikan karakter juga menjadi tujuan utama dalam sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran di pesantren yang tak telepas dari hafalan yang mengharuskan satu santri menyetorkan hafalannya kepada satu ustad juga menjadikan modal kuat dalam menumbuhkan pendidikan karakter pada jiwa santri. Pasalnya dengan sistem tatap muka one ustad one santri dapat melatih mental santri untuk percaya diri dan bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya. Dengan sistem hafalan yang terus menerus dan berkesinambungan akan membuat materi yang dipelajari lebih mudah untuk diterima santri. Selain itu, apabila sekolah modern menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam, maka sebenarnya dari dulu pesantren sudah mengajarkan santri menyatu dengan alam, masjid, asrama (pondok), sawah, dan kebun. Pembelajaran di pesantren tidak hanya terpaku pada ilmu keagamaan, tetapi juga bergelut dengan lingkungan. Pesantren selalu menjadi bagian dari masyarakat, aktif dalam pemberdayaan ekonomi, dan melestarikan budaya lokal. Pesantren juga dapat dijadikan sebagai penanaman jiwa wirausaha di kalangan santrinya. Di sebuah pesantren terkadang memiliki lahan peternakan yang luas dengan hewan ternak sapi. Sapitersebut dirawat sendiri oleh santri setempat, mulai dari memberikan makan, memerah susu, pengolahan, hingga penjualan yang nantinya dapat mendapatkan penghasilan bagi mereka. Dari kehidupan pesantren kita juga diajarkan untuk hidup tolong menolong. Fenomena ini bisa dilihat dari kehidupan pesantren yang identik dengan uang saku bulanan. Tidak menutup kemungkinan, seorang santri kehabisan uang bulanan. Dari sinilah, dapat diambil pelajaran bahwa sesama santri harus saling tolong menolong. Dengan demikian, keberadaan pesantren diharapkan dapat menjadi lembaga yang mengajarkan agama rahmatal lil alamin dengan menghargai perbedaan, cinta tanah air, dan memperjuangkan kemanusiaan.
Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pesantren memilki peran penting untuk menjawab derasnya perubahan global dengan meningkatkan kecerdasan bangsa, baik ilmu pengetahuan umum, keterampilan ataupun moral, sehingga santri mampu mengendalikan globalisasi dengan menunjukkan bahwa lembaga pesantren sanggup mendorong individu untuk membangun kelompok (sosial) yang berpotensi kuat dalam mengisi pembangunan negeri ini dengan akhlak baik dan menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin.
No comments:
Post a Comment