Thursday, 29 March 2018

LANDASAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA


LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA
Oleh : Reza Fahlevi, S.Pd.

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan kelebihan dari mahluk lainnya. Kelebihan-kelebihan itu dapat berupa bahasa yang menghubungkan manusia satu dengan manusia lainnya yang akhirnya membentuk kesatuan sosial yang menghasilkan komunitas, organisasi, aliran bahkan budaya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Mengingat begitu besar pengaruh potensi yang dimiliki manusia, maka pendidikan adalah salah satu cara yang harus ditempuh oleh manusia untuk mengembangkan potensi tersebut. Di lain pihak, manusia memiliki kemampuan dan keterampilan yang berbeda-beda dengan manusia yang lain. Sedangkan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan itu sendiri guna pengembangan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki manusia dalam landasan pendidikannya.
Landasan  Pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Menurut sifat wujudnya, landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar  Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek). Untuk di Indonesia diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial, landasan budaya, landasan psikologi,dan landasan ekonomi. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari landasan-landasan tersebut karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu.
Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan  intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Hasilnya adalah kerusakan moral dan pelanggaran nilai-nilai pada akhirnya, hasil pendidikan ini hanya akan menjadikan manusia seperti robot, berakal tapi tidak berkepribadian ( jiwa kosong ).
            Untuk itulah, urgensi pendidikan karakter kiranya adalah jawaban bagi kondisi pendidikan seperti ini. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi.
            Adapun yang menjadi fokus pembahasan Landasan Sosiologi Pendidikan adalah pada pengertian landasan sosiologi, latar belakang histories perkembangannya, landasan sosiologi pendidikan,  ruang lingkup  dan fungsi kajian sosiologi pendidikan, dan kajian masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologi sistem pendidikan nasional.

PEMBAHASAN
Pengertian Sosiologis Pendidikan
            Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798 – 1857). Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri – ciri :
1.      Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2.      Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3.      Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4.      Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.
            Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa faktor berikut: a) Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya, b) Sifat adaptability dan intelegensi. Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
Dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang, yaitu:
1.      Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari: a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan b. Hubungansistem pendidikan dan proses control social dan system kekuasaan. c. Fungsi system pendidikan dala memelihara dan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan d. Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system status e. Fungsionalisme system pendidika formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.      Hubungan kemanusian di sekolah yang meliputi: a. Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah b. Pola interaksi social atau sruktur masyarakat sekolah.
3.      Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari: a. Peranan social guru b. Sifat kepribadian guru c. Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
4.      Sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok social lain didalam komunitasnya, yang meliputi: a. Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah b. Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada system social komunitas kaum tidak terpelajar c. Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya d. Factor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.
Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuk memahami system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat.
Kajian sosiologi tentang pedidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, terutama apabila di tinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting karena keluarga merupakan lembaga social yang pertamabagi setiap manusia.

Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan
Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis, menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan memiliki kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan.
Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School (Rochman Natawidjaja, et. al., 2007: 78). Buah pikiran Ward dijadikan landasan untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79).
Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri. Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas di USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang menyelenggarakan perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada tahun 1923 dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi pendidikan dari American Sociological Society. Pada tahun 1928 Robert Angel mengeritik Educational Sociology dan memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan focus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu sendiri.
Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin segar dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of Education dan Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II. Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor sosiologi pendidikan yang terkemuka adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan pada Universitas Sorbonne.
Di Jerman, Max Weber (1864-1920) menyoroti keadaan dan penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat dengan latar belakang sosial budaya serta tingkat kemajuan berbeda. Sedang di Inggris, perhatian sosiologi pada pendidikan pada awalnya kurang berkembang karena pelopor sosiologi-nya, yaitu Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan Darwinisme Sosial. Namun belakangan, di Inggris muncul aliran sosiologi yang memfokuskan perhatiannya akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi social yang terjadi dalam ruang belajar. Berstein, misalnya, berusaha dengan jalan menyajikan lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Berstein ini oleh Karabel dijuluki sebagai atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 80).
Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, dan emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antara lain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

Landasan Sosiologi Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma social yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.  Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan adanya empat pokok bahasan berikut:
1.      Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain
2.      Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
3.      Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4.       Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al. 2007: 81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik  (Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 82).
Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :
1.      Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena – fenomena yang dihadapi secara akurat. Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.
2.      Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan  itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.
3.      Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau suku. Masyarakat  sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain:
1.      Ada interaksi antara warga-warganya
2.      Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan aturan-aturan khas
3.      Ada rasa identitas kuat yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 100).
Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang. Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara. Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik, yakni :
1.      Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan.
2.      Secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.

PENUTUP
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses social di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang: hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain, hubungan sekolah dengan komunitas sekitar, hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan dan pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui pengkajian fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Wayan.  1986.  Dasar-dasar Kependidikan.  FIP IKIP. Malang.
Abdal. 2007. Pembinaan Guru Dalam Penyusunan Karya Tulis Sebagai Pengembangan Dan Peningkatan Kompetensi Profesi Pendidik. (Online), diakses 6 Oktober 2016.
Anwar sulkhudin, 2013. Staffing dalam lembaga pendidikan islam, Fakultas Agama Islam, prodi pendidikan bahasa arab, Univ yudharta pasuruan.(Online) diakses, 8 Oktober 2016
Bachri, Syamsul. 2002. Sosiologi Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Dantes, Nyoman. 2014. Landasan Pendidikan: Tinjauan dari Makropedagogis. Yokyakarta : Graha Ilmu
Dimyati, Muhammad. 1996. Landasan Pendidikan: Analisis Keilmuan, Teorisasi, dan Praktek Pendidikan. Malang : IKIP Malang
Halim, A. & Supriyono. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran (Landasan Filosofis Pendidikan). Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.Pengetahuan. Makalah. Program Pascasarjana UNM. Makassar
Robandi, Bambang. 2005. Handout: Mata Kuliah Landasan Pendidikan. Bandung : UPI
Suriansyah, Ahmad. 2011. Landasan Pendidikan. Banjarmasin: Comdes
Tirtarahardja, Umar  dan  S.L. La Sulo.  2005. Pengantar Pendidikan. Rhineka Cipta Jakarta.

Inayah, R., Martono, T., & Sawiji, H. Pengaruh Kompetensi Guru, Motivasi Belajar Siswa, dan Fasilitas Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Lasem Jawa Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012. (Online), diakses 8 Oktober 2016.
Juarsa, Osa. 2014. Peningkatan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa SMU Negeri 4 Kota Bengkulu Melalui Pembelajaran Kreatif dan Produktif. (Online) diakses, 8 Oktober 2016.
Novara, Sura Arni Dkk. 2011. Landasan – Landasan Pendidikan. (Online), diakses  10 Oktober 2016
Natawidjaya, R., Sukmadinata, N.S.,  Ibrahim. Djohar, A,.  2007.    Ilmu  Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Putrayasa, Ida Bagus. 2012. Buku Ajar Landasan Pendidikan. (Online) diakses, 9 Oktober
Sugianto, Akhmad. 2013. Landasan Sosiologis Pendidikan. (Online) diakses 7 Oktober
Suprihatin, Wara. 2007. Filosofi Sebagai Landasan Pendidikan. (Online) diakses 8 Oktober 2016
Suyitno. 2009. Landasan Filosofi Pendidikan: Pengertian dan Permasalahan-permasalahan Filsafat Pendidikan. (Online), diakses 8 Oktober 2016
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, 1994. Pengantar   Pendidikan.  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Yasin, A, F. 2011. Pengembangan Kompetensi Pedagogik Guru Pendidikan Agama Islam Di Madrasah (Studi Kasus Di Min Malang I. (Online), diakses 6 Oktober 2016.

1 comment:

  1. Jangan lupa berikan komentar dan saran untuk menyempurnakan artikel selanjutnya.melalui email :syaifularifwahyudi@yahoo.com

    ReplyDelete

PEDULI KORBAN BANJIR, DPRD KOMISI I PAMEKASAN BERSAMA TIM RELAWAN BAGIKAN RATUSAN NASI BUNGKUS.

PAMEKASAN-  Pasca Banjir yang melanda dibeberapa titik wilayah Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Abd Aziz (DPRD Komisi I...